Hukum Perdata


Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia

Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia ber-bhinneka yaitu beraneka warna. Yang dimaksud beraneka warna yaitu bisa bermacam-macam dari hukum yang berlaku untuk orang tertentu, tujuan tertentu dll. Pertama, ia berlainan untuk segala golongan warga negara :
a. Untuk golongan bangsa Indonesia asli, berlaku “Hukum Adat” yaitu hukum yang sejak dahulu telah berlaku dikalangan rakyat, yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat, mengani segala soal dalam kehidupan masyarakat.
b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropah berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel).
             Hukum yang berlaku bagi golongan bangsa Indonesia asli sendiripun ada ber-bhinneka lagi yaitu berbeda-beda dari daerah ke daerah. Untuk mengerti keadaan Hukum Perdata di Indonesia kita harus mengetahui sejarah atau riwayat yang ada di dalamnya.


Sejarah Singkat Hukum Perdata

Dilihat dari sejarahnya hukum perdata yang berlaku di Indonesia terkait dengan hukum perdata bangsa Eropa. Berawal dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental yang menggunakan Hukum Perdata Romawi sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, tapi selain itu juga memberlakukan Hukum Tertulis dan Hukum Kebiasaan Setempat, oleh karena itu hukum di Eropa tidak berjalan sebagai mana mestinya, karena tiap-tiap daerah memiliki peraturannya masing-masing.
Karena hukum tidak seragam dan berlaku sesuai dengan daerah masing-masing maka pada tahun 1804 Napoleon menghimpun satu kumpulan peraturan dibagi menjadi dua kodifikasi yang pertama bernama “Code Civil des Francais” yang juga disebut “Code Napoleon” dan yang kedua tentang peraturan-peraturan yang belum ada di Jaman Romawi anatara lain masalah asuransi, wessel, badan hukum dan perdagangan yang akhirnya dibuat kitab undang-undang hukum tersendiri dengan nama “Code de Commerce”
Sewaktu Bangsa Perancis menjajah Bangsa Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland)
Setelah penjajahan berakhir pada tahun 1811 dan Belanda dinyatakan bersatu dengan Perancis, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda sampai 24 tahun kemerdekaannya.
Untuk selanjutnya Belanda mulai memikirkan dan membuat kodifikasi dari Hukum Perdatanya sendiri. Pada tahun 1814.Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh .J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper  namun sayangnya kemper meninggal dunia di tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Akhirnya hukum tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandle (WVK), keduanya adalah produk nasional asli negara Belanda namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan code Civil des Francais dan Code de Cmmerce.
Sebagaimana di kutip dalam sejarah, bahwa Indonesia pernah di jajah Belanda sampai 2,5 abad lamanya sehingga hal tersebut mempengaruhi hukum awal yang diberlakukan di Indonesia, sehingga sampai Indonesia merdeka hukum yang berlaku di Indonesia masih mengacu pada hukum yang pertama kali diterapkan oleh Belanda.
Dan pada tahun 1948 kedua kodifikasi tersebut di berlakukan di Indonesia berdasar azas koncordantie (azas politik hukum) yang sampai saat ini kita kenal dengan KUH Sipil (KUHP) atau Burgerlijk Wetboek (BW) dan KUH Dagang atau Wetboek van Koophandle (WVK)


Pengertian dan Keadaan Hukum Di Indonesia

·         Pengertian
Hukum Perdata adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum lainnya.
Perkataan “Hukum Perdata” dalam arti luas meliputi semua hukum atau “privat materiil” yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Perkataan “perdata” juga lazim dipakai sebagai lawan dari “pidana”.
Perkataan “Hukum Perdata” adakalanya dipakai dalam arti yang sempit, sebagai lawan “hukum dagang” seperti dalam pasal 102 Undang-Undang Dasar Sementara, yang menitahkan pembukuan (kodifikasi) hukum di negara kita ini terhadap Hukum Perdata dan Hukum Dagang serta sususan kekuasaan pengadilan.
Hukum Perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari seperti misalnya perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkanoleh para pihak sebagai obyek hukum.

·         Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini Di Indonesia
           Mengenal keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan, masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari beraneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. Faktor Ethnis disebabkan keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita ini terdiri dari berbagai suku bangsa
2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.s. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan yaitu :
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan. Dimana dalam hukum ini berlaku hukum perdata dan hukum dagang barat yang diselaraskan dengan hukum perdata dan hukum dagang di Negeri Belanda
b. Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan yaitu hukum yang sejak dulu berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum  Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab), dimana berlaku hukum masing-masing dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk mendudukan diri kepada hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan ekonomi.


Sistematika Hukum Perdata

                Sistematika Hukum Perdata (BW) ada dua pendapat, yang pertama dari pemberlaku Undang-Undang dan yang kedua pendapat menurut Ilmu Hukum / Doktrin
Pendapat pembentuk / pemberlaku UU
a.       Buku I (mengenai orang) Didalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan
b.      Buku II (mengenai benda) Didalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris
c.       Buku III (mengenai perikatan). Didalamnya diatur hak dan kewaiiban timbal balik antara orang-orang atau pihak tertentu.
d.      Buku IV (mengenai pembuktian). Didalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.

Pendapat menurut Ilmu Hukum / Doktrin
a.       Hukum Pribadi adalah hukum yang mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak ini.
b.      Hukum Kebudayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan contohnya perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
c.       Hukum Kekayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan adalah jumlah dari segala hak dari kewajiban seseorang itu dinilaikan dengan uang.
d.      Hukum Warisan adalah hukum yang mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.



Refrensi
Prof.Subekti, S.H. 2003. Pokok Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT Intermasa
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36